Oleh: Dr. Baharrudin (Aktivis dan Pejuang Serikat Pekerja)
PELANGGARAN Asta Cita oleh Menteri Kesehatan merupakan Ancaman terhadap Implementasi kerukunan ber-Pancasila.
Beberapa kebijakan Menteri Kesehatan telah nyata-nyata melanggar prinsip-prinsip dalam Asta Cita Presiden, terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia, demokrasi, pengembangan sumber daya manusia, dan reformasi birokrasi.
Tindakan seperti memecah belah antar tenaga dokter dan perawat, anatara sesame dokter spesialis, komersialisasi rumah sakit vertikal, marginalisasi institusi pendidikan dalam pendidikan dokter spesialis, serta menyebarkan kebohongan-kebohongan.
Berbagai kebohongan itu berbungkus dengan (alasan) kebijaksanaan pemerintah untuk reformasi kesehatan, namun sebenarnya adalah abuse of power terhadap tenaga kesehatan dan tenaga medik yang dapat berdampak sistemik terhadap pembangunan nasional di sektor kesehatan dan pendidikan.
Contoh Kebijakan Bisnis berbungkus Reformasi Kesehatan:
1. RS vertikal difungsikan sebagai institusi bisnis, mengabaikan fungsi pelayanan publik dan pendidikan.
2. Peran institusi akademik dan kolegium dalam pendidikan dokter spesialis dilemahkan secara sistematis.
3. Praktik abuse of power terhadap dokter dan nakes yang berbau intimidasi, kesombongan, pembohongan2, senaknya mengeluarkan surat pemecatan, mutasi sepihak yang semuanya berpotensi pelanggaran HAM.
4. Melakukan pembelian massal dan besar2an alkes yang tidak dibutuhkan atau paling tidak adalah tidak dipersiapkan dengan baik SDM pelaksananya misalnya saja USG untuk PUSKESMAS dan alat hamper seratus alat cathlab jantung tapi tidak ada dokternya dilapangan. Yang menarik semua dengan harga mark up yang luar biasa.
Dampak terhadap Asta Cita:
– Melanggar prinsip demokrasi dan HAM (Poin 1).
– Mengancam kualitas pendidikan dan lapangan kerja (Poin 3).
– Melemahkan pembangunan SDM dan keadilan layanan kesehatan (Poin 4).
– Menyimpang dari semangat hilirisasi dan pemerataan (Poin 5 & 6).
– Menghambat reformasi birokrasi (Poin 7).
Rekomendasi Kebijakan
1. Segera melakukan audit independen terhadap kebijakan RS vertikal termasuk kebijakan terhadap SDM RS Vertikal.
2. Segera mencabut Permenkes No 28 tentang Kolegium dan Konsil Kedokteran yang bermasalah sekaligus mengembalikan peran perguruan tinggi dan kolegium dalam pendidikan kedokteran.
3. Menghentikan praktik abuse of power dan PREMANISME BIROKRASI KHUSUSNYA di- DITJEN YANKES dan Ditjen SD di lingkungan Kementerian Kesehatan.
4. Menyusun ulang kebijakan kesehatan nasional berbasis nilai-nilai Asta Cita.
5. TIDAK MENCAMPURI URUSAN KEMENTERIAN DIKTI atau setidak2nya Melibatkan para pemangku kepentingan secara inklusif dan akuntabel dalam setiap proses kebijakan.
Kesimpulan.
Asta Cita bukan hanya janji politik, melainkan arah pembangunan nasional yang berlandaskan nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan kemajuan.
Kebijakan Kementerian Kesehatan yang tidak sejalan dengan visi ini harus segera dikoreksi untuk menghindari krisis sistemik di sektor kesehatan dan pendidikan kedokteran Indonesia.
Semua cara berfikir dan Tindakan yang berpotensi melahirkan penyimpangan pada karakter Pancasila harus dirubah karena secara langsung atau tidak langsung akan menganggu pencapaian ASTA CITA PRESIDEN RI.
Gedung Proklamasi
1 Juni 2025
Discussion about this post