SINGKIL, LIRANEWS.COM | Anggota DPD RI asal Aceh, Azhari Cage, menanggapi tegas pernyataan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Safrizal ZA, terkait batas wilayah dan kepemilikan tanah di empat pulau yang menjadi sengketa antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).
Empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Lipan. Keempatnya sebelumnya masuk dalam wilayah administrasi Aceh, namun kini secara sepihak ditetapkan menjadi wilayah Sumut melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.
Azhari menilai, penetapan tersebut tidak bisa dibenarkan secara hukum maupun sejarah. Ia menolak cara pandang Kemendagri yang hanya menarik batas wilayah berdasarkan garis lurus dari pantai. Ia memberi contoh bahwa Hawaii yang letaknya jauh tetap menjadi bagian dari Amerika Serikat karena pengakuan hukum dan sejarah.
“Empat pulau tersebut—Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Lipan—punya bukti historis, undang-undang, dan dokumen administrasi yang jelas menunjukkan bahwa itu milik Aceh. Tidak bisa ditarik garis lurus berdasarkan pantai,” tegas Azhari pada Senin malam (2/6/2025), usai pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dan tokoh masyarakat di Pendopo Bupati.
Ia juga menolak keras pernyataan Safrizal yang menyebut bahwa surat tanah tidak bisa dijadikan bukti kepemilikan Aceh atas pulau-pulau tersebut, dengan menyebut analogi “orang Singkil bisa punya tanah di Jakarta, tapi bukan berarti Jakarta milik orang Singkil.”
Menurut Azhari, analogi itu sangat keliru dan tidak masuk akal. Ia menegaskan bahwa surat tanah yang ada diterbitkan oleh Kantor Agraria Aceh pada tahun 1965, bukan oleh otoritas dari luar Aceh. “Kalau itu tanah orang Singkil di Jakarta, maka yang keluarkan Agraria Jakarta. Tapi ini tanah di pulau-pulau tersebut dikeluarkan oleh Agraria Aceh tahun 1965. Ini bukti nyata,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia juga mengingatkan adanya dokumen kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut pada tahun 1992, yang ditandatangani di hadapan Menteri Dalam Negeri. Dokumen tersebut memperkuat posisi Aceh atas kepemilikan pulau-pulau itu.
Azhari menegaskan bahwa seluruh elemen Aceh—DPD RI, DPR RI, Pemerintah Aceh, Pemkab Aceh Singkil, hingga masyarakat—sepakat untuk memperjuangkan agar empat pulau tersebut dikembalikan ke wilayah Aceh.
“Hari ini kita menolak secara tegas dan tidak menerima SK Mendagri yang memasukkan empat pulau ke dalam wilayah Sumut. Ini milik Aceh dan wajib kita pertahankan bersama-sama,” tegasnya.
Sebagai bentuk aksi nyata, pada Selasa (3/6/2025), Forum Bersama DPR RI dan DPD RI asal Aceh bersama Pemkab Aceh Singkil, anggota DPRK, dan ratusan masyarakat mendatangi keempat pulau sengketa tersebut. Mereka bergerak secara bergelombang menggunakan kapal kayu dan kapal cepat menuju Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Lipan.
Discussion about this post