ENTAH mengapa mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba-tiba melankolis, suka mengadu, dan cengeng. Ia kerap mengungkapkan isi hatinya kepada wartawan di Solo, Jawa Tengah. Tampaknya ia sedang galau level tinggi.
Jokowi merespons soal tudingan bahwa ijazah miliknya palsu, ia mengaku merasa dihina sehina-hinanya dan direndahkan serendah-rendahnya.
Sebelumnya Jokowi juga pernah mengalami kegalauan yang menyiksa. Ketika itu musim kampanye tahun 2019. Berorasi di tengah lapangan, Jokowi mengaku kesal karena kerap difitnah, dicela, dan direndahkan.
Jokowi menegaskan akan melawan segala bentuk fitnah yang ditujukan kepada dirinya di depan ribuan pendukungnya di Stadion Kridosono, Yogyakarta pada Sabtu, 23 Maret 2019.
“Ingat-ingat, sekali lagi saya akan lawan. Bukan untuk diri saya tapi untuk negara,” kata Jokowi.
Keluhan yang dialami Jokowi dari dulu tetap sama, yakni difitnah, direndahkan, dan dihina. Namun Jokowi tidak berusaha mencari tahu gejala awalnya seperti apa, sehingga perlawanan yang ia kumandangkan ada pengaruhnya. Nyatanya tudingan itu selalu muncul bahkan hingga dia lengser dari jabatan presiden.
Jokowi pernah membantah tudingan antek asing dengan kembali menyebut keberhasilan pemerintahannya mengambil alih blok Mahakam di Kalimantan Timur dan saham 51,2 persen Freeport di Papua. Saat Jokowi berpidato, layar besar di panggung menunjukkan data-data tersebut. Jokowi mengatakan tidak gampang mengambil alih, mengapa masih dituduh antek asing.
Namun jika disimak secara jeli, apa yang diklaim Jokowi sebagai upaya mengambil alih atau merebut kembali blok migas dan tambang tidak seheroik itu. Freeport, Blok Mahakam, dan blok-blok lainnya memang sudah habis masa kontraknya. Siapapun presidennya, undang-undang memerintahkan untuk dikelola sendiri. Jadi, Jokowi tidak ada hebatnya. Ia hanya hebat dalam hal mencuci otak, membangun pencitraan, dan mengelabuhi masyarakat yang malas baca.
Inilah yang membuat masyarakat geram dan kesal, sesuatu yang biasa saja dianggap sebagai hal yang luar biasa. Naif sekali. Dampaknya masyarakat yang kritis dan selalu menggunakan akal sehat, malas menyimak omongan Jokowi karena isinya pencitraan, kebohongan, dan manipulasi. Inilah yang disebut dengan gejala awal yang harus diketahui Jokowi sehingga diagnosanya jelas.
Kini publik kembali menunjukkan sikap tegasnya soal ijazah palsu. Sulit meyakinkan masyarakat untuk percaya bahwa ijazah Jokowi asli karena pembuktiannya berbelit-belit. Sesuatu yang sederhana tetapi dibikin ribet.
Jokowi berlindung di balik ayat bahwa siapa saja yang mendalilkan ijazah Jokowi palsu, merekalah yang harus menunjukkan buktinya. Ayat ini memang benar secara teknis hukum. Namun, jangan lupakan satu hal mendasar: tuduhan semacam ini bisa langsung dibungkam dengan satu langkah sederhana dari pihak yang dituduh — tunjukkan ijazah asli. Sesederhana itu. Transparansi bukanlah beban, tapi kewajiban, apalagi bagi kepala negara.
Jokowi tidak melakukan hal yang simpel dan sederhana. Justru sebaliknya, ruwet, mbulet, dan mumet. Alih-alih menunjukkan dokumen asli secara terbuka, justru muncul manuver-manuver berlebihan seperti pembentukan tim kuasa hukum, pernyataan-pernyataan dari rektor dan dekan yang tidak menyertakan dokumen otentik, hingga munculnya alasan bahwa dokumen telah hilang atau rusak.
Tak hanya itu, dari Jokowi sendiri muncul pernyataan-pernyataan yang tak masuk akal. Saat di Solo Jokowi bilang, hanya ijazah S1 saja kok dipersoalkan, kecuali S2. Terakhir Jokowi juga mengeluarkan pernyataan yang aneh bahwa ijazahnya bukanlah objek penelitian.
Semua alibi ini semakin membuat publik curiga dan meyakini ijazah Jokowi ada masalah serius.
Jokowi bukannya menjernihkan suasana, tindakan-tindakan ini justru memperkeruh keadaan. Mengapa tidak langsung menunjukkan bukti otentik kepada publik secara gamblang dan tuntas?
Seorang presiden, apalagi yang telah dua periode menjabat, seharusnya memiliki rekam jejak akademik yang mudah ditelusuri. Jika tidak ada yang disembunyikan, mengapa harus takut membuka bukti asli ke publik?
Bukankah ini juga demi menjaga marwah institusi kepresidenan itu sendiri? Lagi pula, publik tidak sedang menuntut hal yang di luar nalar. Mereka hanya ingin melihat keaslian dokumen yang seharusnya menjadi prasyarat dasar pencalonan presiden.
Jadi, ksatrialah Jokowi. Jangan cengeng. Tunjukkan ke publik ijazah yang diklaim asli itu. Maka se-Indonesia Raya akan damai, aman, dan sentosa. (*)
Discussion about this post