KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) makin tak punya wibawa. Setelah tak mampu mengusut kasus-kasus korupsi besar, keberadaannya makin dicibir masyarakat. Akibatnya sumpah serapah diarahkan ke lembaga yang awalnya dibentuk untuk membantu kerja kejaksaan yang lelet itu.
Apalagi kini, dalam UU BUMN, KPK tak diizinkan mengusut pejabat BUMN yang diduga korupsi. Makin omponglah keberadaan KPK.
Kini, untuk menutupi sepinya kerjaan, KPK mencoba bangkit. Tapi kebangkitannya justru menggelikan, karena hendak mengusut kasus remeh- temeh yang tak penting.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan akan mengusut bingkisan anak sekolah kepada gurunya. Menurutnya pemberantasan korupsi di sektor pendidikan membutuhkan dukungan dari semua sektor, terutama kementerian dan lembaga terkait.
Setyo lalu mengutip Data Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2023 yang menunjukkan berbagai permasalahan terkait integritas di dunia pendidikan.
Salah satunya yakni 65 persen sekolah masih memiliki kebiasaan memberikan hadiah kepada guru saat kenaikan kelas atau Hari Raya, yang berpotensi menjadi praktik gratifikasi.
KPK pun kemudian mengadakan High Level Meeting bertajuk ” Kolaborasi Implementasi Pendidikan Antikorupsi” yang digelar di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Singkatnya, KPK mempersoalkan pemberian hadiah dari wali atau orangtua murid kepada guru saat kenaikan kelas atau Hari Raya, yang ia sebut sebagai gratifikasi, bukan rezeki.
Diketahui, gratifikasi, menurut Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah pemberian dalam arti luas, yang mencakup uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi bisa dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima.
Jika gratifikasi diterima dan membuat penerima melakukan tindakan yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya sebagai pejabat publik, maka gratifikasi tersebut dianggap suap.
Gratifikasi yang wajib dilaporkan kepada KPK adalah gratifikasi yang melebihi nilai wajar yang saat ini adalah Rp1.000.000, dan wajib dilaporkan dalam waktu 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima.
Budaya kita sejauh ini, orang tua atau wali murid biasanya memberikan suatu hadiah berupa barang atau uang pada saat penerimaan raport, pengumuman kelulusan, atau penerimaan ijazah.
Pertanyaannya, apakah pemberian suatu hadiah pada saat itu bisa memengaruhi guru untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya. Apakah dengan pemberian hadiah semacam itu, lalu sang guru memberikan kemudahan atau nikmat lain kepada murid?
Sepertinya tidak, karena pada saat itu raport, pengumuman kelulusan atau ijazah sudah dibagikan kepada para siswa.
Disebut gratifikasi apabila nominalnya di atas Rp1.000.000. Pertanyaannya, apakah ada otangtua atau wali murid memberikan hadiah kepada guru berupa uang atau barang yang nilainya lebih dari Rp1.000.000? Sepertinya jarang sekali.
Kebanyakan sekadar kue, pakaian, kado, bingkisan, cinderamata, atau uang yang nilainya kurang dari Rp1.000.000. Bahkan jauh lebih rendah dari angka itu.
Pemberian hadiah kepada guru bagi masyarakat Indonesia adalah tradisi sebagai ungkapan rasa terima kasih, rasa sayang dan cinta kasih, apresiasi, penghargaan, penghormatan, dan sejenisnya. Ini nilai luhur peninggalan nenek moyang yang punya makna berbakti kepada orang tua dan guru. Dan itu sudah berlangsung turun-temurun.
Layak diduga, setelah guru, KPK mungkin yang akan mempersoalkan bisaroh, tradisi pemberian setiap tahun kepada guru-guru mengaji, ustadz, ulama atau kiai di pondok-pondok pesantren. Bahkan sangat mungkin KPK kelak akan mengusut kitak amal mushola atau masjid.
Pengusutan bingkisan murid kepada gurunya menunjukkan KPK tak punya visi pemberantasan korupsi yang baik dan benar. KPK tebang pilih dalam mengusut kasus. KPK belum bisa lepas dari campur tangan penguasa.
KPK mestinya fokus saja ke kasus-kasus gratifikasi kelas kakap atau besar yang nilainya mencapai milyaran bahkan triliunan rupiah.
Masih banyak kasus besar yang bisa diselesaikan KPK. Kasus keluarga Jokowi yang dilaporkan oleh dosen UNJ Ubedilah Badrun, kasus Kaesang Pangarep naik pesawat jet pribadi dari Jakarta ke Amerika secara gratis, kasus Boby Nasution menantu Jokowi di Blok Medan, kasus gratifikasi Gibran, dan masih banyak kasus lain yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Juga korupsi Pertamina Rp1000 triliun, bagaimana kelanjutannya? Korupsi dan pencucian uang sebesar 700 triliun yang diungkap Mahfud MD, apa kabarnya? Bagaimana kelanjutan transaksi gelap Kementerian Keuangan sebesar Rp349 triliun yang diungkap Mahfud MD?
Ternyata KPK melempem. Tak berdaya. Lepas tangan. KPK bagaikan ayam sayur yang tak punya taji. (*)
Discussion about this post