LiraNews.com
Advertisement
  • NEWS
  • OPINI
  • GAYA HIDUP
  • HIBURAN
  • EKONOMI DAN BISNIS
  • OASE
  • FIGUR
  • LSM DAN ORMAS
  • CHANNEL
No Result
View All Result
  • NEWS
  • OPINI
  • GAYA HIDUP
  • HIBURAN
  • EKONOMI DAN BISNIS
  • OASE
  • FIGUR
  • LSM DAN ORMAS
  • CHANNEL
No Result
View All Result
LiraNews.com
No Result
View All Result
  • NEWS
  • OPINI
  • GAYA HIDUP
  • HIBURAN
  • EKONOMI DAN BISNIS
  • OASE
  • FIGUR
  • LSM DAN ORMAS
  • CHANNEL
Home OPINI

Mengapa Bank Dunia Tempatkan Indonesia sebagai Negara dengan Jumlah Penduduk Miskin Terbanyak Keempat di Dunia?

Sri Widodo Soetardjowijono Sri Widodo Soetardjowijono
22 May 2025 08:47 WIB
A A
Share on FacebookShare on TwitterWhatsappTelegramLine

Oleh Denny JA | Peneliti

BERBEDA cara mengukur, berbeda metodologi, berbeda pula hasil. Itulah kesimpulan cepat ketika kita menyimak laporan Bank Dunia.

Lembaga berwibawa ini mengeluarkan pernyataan mengagetkan. Dengan data dan angka, ia menyebut Indonesia sebagai negara keempat di dunia dengan jumlah penduduk miskin terbanyak. (1)

Namun, mari kita mulai dengan sebuah kisah nyata.

Di lereng Gunung Merbabu, tepatnya di Desa Kopeng, tinggal seorang ibu bernama Mbah Ranti. Usianya 74 tahun. Setiap hari, ia berjalan kaki sejauh tiga kilometer membawa keranjang berisi daun singkong ke pasar.

Hasil jualannya hanya cukup untuk membeli beras, minyak, dan garam. Rumahnya tanpa listrik, dan air harus ditimba dari mata air di lembah.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Mbah Ranti tidak termasuk kategori miskin. Ia masih bisa membeli makanan dan memiliki tempat tinggal, meski tanpa fasilitas dasar.

Namun, menurut standar Bank Dunia, Mbah Ranti jelas tergolong miskin, bahkan sangat miskin.

Inilah dilema dalam mengukur kemiskinan di era modern.

Dua Lensa yang Berbeda

Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan global berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP).

Tiga ambang batasnya adalah US$2.15 per hari untuk kemiskinan ekstrem, US$3.65 untuk negara berpenghasilan menengah bawah, dan US$6.85 untuk negara berpenghasilan menengah atas seperti Indonesia.

PPP dirancang untuk menyesuaikan daya beli antarnegara, bukan hanya berdasarkan nilai tukar mata uang.

Di sisi lain, BPS menggunakan pendekatan Cost of Basic Needs (CBN). Ia menghitung kebutuhan dasar pangan sebesar 2.100 kalori dan kebutuhan non-pangan seperti perumahan, pendidikan, dan transportasi.

Ini sesuai dengan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Data ini bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang mencatat pengeluaran rumah tangga.

Bank Dunia melihat dunia dari langit: mencari standar universal agar seluruh negara dapat dibandingkan secara seragam.

BPS menyentuh bumi: menghitung realitas sehari-hari rakyat Indonesia, rupiah demi rupiah.

Mengapa Angka Bank Dunia Layak Diperhitungkan? Dan Apa Kelemahannya?

Garis kemiskinan Bank Dunia penting karena memberikan konsistensi internasional. Ia seperti satuan meter dalam pengukuran panjang. Ia berlaku seragam di seluruh dunia.

Selain itu, penggunaan PPP membuat data ini lebih sensitif terhadap daya beli riil, bukan sekadar angka nominal dalam kurs mata uang.

Bank Dunia juga membantu memetakan kerentanan tersembunyi. Seseorang bisa saja dianggap tidak miskin menurut BPS, tetapi tetap hidup jauh dari sejahtera jika dilihat dari standar global.

Angka-angka ini menjadi bahasa universal dalam diplomasi pembangunan, evaluasi SDGs, dan perumusan strategi bantuan internasional.

Yang membuat pendekatan ini istimewa adalah sistem multi-tier—dengan garis US$2.15, US$3.65, dan US$6.85.

Ini memungkinkan pemahaman lebih rinci atas transisi sosial ekonomi dari kemiskinan ekstrem menuju kesejahteraan relatif.

Namun Kelemahan Pendekatan Bank Dunia Juga Perlu Dicatat

Meski bermanfaat, pendekatan ini memiliki keterbatasan. Garis US$6.85 tidak selalu mencerminkan harga dan pola hidup lokal.

Angka 60 persen kemiskinan bisa menciptakan kebingungan atau bahkan kepanikan publik, terutama jika tidak disertai penjelasan metodologi.

PPP adalah alat analisis makro yang sulit diterapkan secara langsung dalam kebijakan mikro seperti penyaluran BLT atau penetapan UMR.

Dengan tiga batas kemiskinan yang berbeda, muncul pula ambiguitas: siapa yang seharusnya menjadi prioritas intervensi?

Ditambah lagi, pendekatan ini masih cenderung mengabaikan dimensi non-moneter dari kemiskinan. Misalnya akses pendidikan, air bersih, layanan kesehatan, dan jaminan sosial.

Mengapa BPS Tetap Relevan?

BPS tetap menjadi pijakan penting karena mendasarkan perhitungannya pada konsumsi nyata masyarakat.

Ia menyesuaikan data dengan harga aktual di tiap provinsi, menyediakan informasi yang sangat rinci hingga ke tingkat kabupaten. Ia diakui secara hukum sebagai otoritas statistik nasional.

Dengan metodologi yang dapat diterjemahkan langsung ke dalam kebijakan publik—mulai dari bantuan sosial, upah minimum, hingga perencanaan daerah—data BPS menjadi dasar operasional pembangunan.

Namun, BPS kadang tidak menangkap kelompok rentan yang belum tergolong miskin. Padahal hidup mereka jauh dari aman.

Menuju Sintesis Ideal

Indonesia tak perlu memilih salah satu pendekatan. Yang ideal adalah memadukan keduanya dalam satu sistem kebijakan terpadu.

Data BPS sebaiknya dijadikan fondasi operasional: sebagai acuan utama dalam penyaluran bantuan, subsidi, dan kebijakan sektoral.

Sementara itu, angka dari Bank Dunia dapat difungsikan sebagai alarm dan kompas. Ini untuk memetakan risiko sosial ekonomi jangka panjang dan mengevaluasi posisi Indonesia dalam tatanan global.

Kita bisa mengembangkan kategori sosial yang lebih reflektif: dari mereka yang miskin absolut (di bawah garis BPS), kelompok rentan miskin (antara garis BPS dan US$3.65), kelas menengah rapuh (antara US$3.65–6.85), hingga kelas menengah mapan (di atas US$6.85).

Dengan klasifikasi semacam ini, kebijakan sosial akan menjadi lebih cerdas, berlapis, dan berkeadilan.

Angka bukan sekadar angka. Di baliknya ada wajah Mbah Ranti. Ada langkah kaki yang letih di ladang basah, ada suara anak kecil yang belajar dengan cahaya pelita.

Ada martabat yang hendak dipertahankan, ada harapan yang belum padam.

Kemiskinan bukan hanya soal jumlah rupiah per bulan. Ia adalah kehilangan pilihan. Ia adalah pengorbanan diam-diam. Ia adalah jarak antara cukup dan layak.

Bank Dunia dan BPS, langit dan bumi. Bila digabungkan, keduanya akan menuntun Indonesia bukan hanya untuk menghitung kemiskinan, tetapi juga untuk menguranginya—dengan kebijakan, dan keadilan. (*)

Catatan Kaki

1. Indonesia menurut Bank Dunia negara dengan populasi miskin terbanyak nomor 4 di dunia.

https://www.kompas.tv/ekonomi/592311/indonesia-peringkat-4-negara-dengan-penduduk-miskin-terbanyak-versi-bank-dunia

2. Bank Dunia melaporkan bahwa 60,3% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan global pada tahun 2024. Lihat sumber

3. BPS mencatat bahwa pada September 2024, persentase penduduk miskin di Indonesia adalah 8,57%. Lihat sumber:

Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World

https://www.facebook.com/share/1BXcP9FwGD/?mibextid=wwXIfr

Tags: Bank DuniaKemiskinan Dunia
Previous Post

Bahtra Minta Kanwil BPN Seluruh Indonesia Kolaborasi Dengan Kepala Daerah

Next Post

Mobil Terbang Produksi Massal Pertama di Dunia Segera Dijual, Harga Mulai dari Rp12,8 Miliar

Sri Widodo Soetardjowijono

Sri Widodo Soetardjowijono

Next Post

Mobil Terbang Produksi Massal Pertama di Dunia Segera Dijual, Harga Mulai dari Rp12,8 Miliar

Discussion about this post

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Babinsa Posramil 1708-01/Biak Timur Serda Renold Mnsen melakukan pengawalan serta pendampingan pada prosesi adat penyerahan mas kawin di Kampung Yenberok, Jumat (6/6/2025). (Foto: Penerangan Kodim 1708/BN)

Lestarikan Tradisi Leluhur, Babinsa Posramil Biak Timur Dampingi Penyerahan Mas Kawin

6 June 2025
Dandim 1708/BN Letkol Inf Marsen Sinaga, S.Hub.Int., M.Han bersama anggota Kodim 1708/BN dan Persit foto bersama usai penyerahan sapi kurban secara simbolis, Jumat (6/6/2025). (Foto: Penerangan Kodim 1708/BN)

Maknai Idul Adha dengan Syukur dan Kepedulian, Dandim 1708/BN Kurbankan Satu Ekor Sapi

6 June 2025

Tangkap Jokowi dan Makzulkan Gibran

4 June 2025

Dari Monoteisme ke Berhala: Jejak Panjang Kakbah yang Tersesat

6 June 2025 - Updated on 7 June 2025

Sby: Utang Indonesia Ke Imf Lunas Tahun 2006

0

Astaga, Steven Hs Menghina Gubernur Ntb Di Bandara Changi

0

Kapolda Sumut Irjen Rycko Silaturrahim Ke Kodam I/Bb

0

1000 Kader LSM LIRA Akan Dilatih Khusus Sebagai Kader Bela Negara

0

Nurul Izzah Selangkah Lagi Menggantikan sang Papa, Menjadi PM Malaysia

7 June 2025

Chris Martin dan Dakota Johnson Resmi Berpisah Setelah Hampir 8 Tahun Bersama

6 June 2025
Plt Gresik dr. Asluchul Alif menyerahkan hewan kurban bantuan Presiden Prabowo Subianto ke pengelola Masjid KH.Robach Ma'sum di Kompleks Islamic Center, Jumat (6/6/2025). Foto/istimewa

Plt Bupati Gresik Serahkan Sapi Kurban Bantuan Prabowo ke Masjid Robach Ma’sum

6 June 2025

Eminem Gugat Meta Rp1,76 Triliun atas Dugaan Penggunaan Musik Tanpa Izin

6 June 2025

Recent News

Nurul Izzah Selangkah Lagi Menggantikan sang Papa, Menjadi PM Malaysia

7 June 2025

Chris Martin dan Dakota Johnson Resmi Berpisah Setelah Hampir 8 Tahun Bersama

6 June 2025
Plt Gresik dr. Asluchul Alif menyerahkan hewan kurban bantuan Presiden Prabowo Subianto ke pengelola Masjid KH.Robach Ma'sum di Kompleks Islamic Center, Jumat (6/6/2025). Foto/istimewa

Plt Bupati Gresik Serahkan Sapi Kurban Bantuan Prabowo ke Masjid Robach Ma’sum

6 June 2025

Eminem Gugat Meta Rp1,76 Triliun atas Dugaan Penggunaan Musik Tanpa Izin

6 June 2025

Social Media LiraNews

  • Redaksi
  • Privacy Policy
  • Kode Etik
  • Tentang Kami
  • Term of Service
  • Disclaimer
  • Kontak

© LIRANEWS

No Result
View All Result
  • NEWS
  • OPINI
  • GAYA HIDUP
  • HIBURAN
  • EKONOMI DAN BISNIS
  • OASE
  • FIGUR
  • LSM DAN ORMAS
  • CHANNEL

© LIRANEWS