JAKARTA, LIRANEWS.COM | Wacana pemerintah mengkaji legalisasi kasino sebagai objek baru penerimaan negara bukan pajak (PNBP) masih terus menjadi pembicaraan publik. Apalagi saat ini, terseretnya nama Budi Arie Setiadi ke dalam pusaran judi online (judol) semakin menarik perhatian.
Terkait kasino, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menilai, legalisasi kasino ini pasti tidak akan jauh dari penerimaan negara.
Tetapi ketika kasino dilegalkan, kata Nailul Huda, tetap harus diperhatikan efek lanjutannya. Misalnya sangat mungkin orang dengan penghasilan pas-pasan akan mencoba peruntungan dengan bermain kasino.
“Ini yang harus diawasi ketat. Karena jangan sampai judi online yang selama ini kita lawan juga meminta pelegalan. Justru akan lebih berbahaya lagi ketika judi online akan “meminta” status legal yang sama,” ujar Nailul Huda di Jakarta, Kamis, (22/5/2025).
Terlebih, perlu revisi sejumlah peraturan termasuk juga soal wacana dilokalisir di satu tempat. Karena itu tetap butuh pengkajian lebih mendalam.
Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mendorong pemerintah mengkaji usulan melegalkan kasino dengan mempelajari kebijakan sebagaimana diterapkan di Uni Emirat Arab (UEA) dan Malaysia demi meningkatkan devisa negara.
“Indonesia juga sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, sama seperti UEA yang kini tengah membangun kasino besar di negaranya dan Malaysia yang secara resmi telah melegalkan kasino pada tahun 1969,” kata Hikmahanto.
Hikmahanto kemudian meminta pemerintah Indonesia untuk membuka mata menyikapi hal tersebut, termasuk membuat asesmen atau penilaian secara objektif.
Hikmahanto juga menyatakan Indonesia memang negara Muslim tapi dengan aktivitas judi yang masih tinggi. Bahkan ketika era Ali Sadikin sebagai Gubernur DKI Jakarta, aktivitas itu akhirnya dilegalkan.
“Waktu itu kemudian juga kita ada Porkas, ada SDSB, itu kan sebenarnya juga bentuk-bentuk seperti itu. Nah tapi sekarang kita cuma lokalisir saja dan penggunaan dananya nanti misalnya dari pajak yang dihasilkan dan lain sebagainya,” ucapnya.
Ia juga mencontohkan salah satu aktivitas di Uni Emirat Arab yang mengharamkan judi namun membuka kasino dengan membangun kawasan ekonomi khusus.
Apabila pada akhirnya Indonesia berkompromi untuk membuka kasino di kawasan ekonomi khusus, pemerintah diminta berani mengambil kebijakan itu dengan tetap fokus memberantas judi daring yang merugikan rakyat kecil.
Diketahui, Anggota DPR dari Fraksi Golkar, Galih Kartasasmita, mengusulkan agar Indonesia meniru negara Arab yang menjalankan kasino. Usulan disampaikan Galih Kartasasmita dalam rapat kerja dengan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan di Komisi XI DPR.
“Mohon maaf nih, saya bukannya mau apa-apa, tapi UEA kemarin udah mau jalanin kasino, coba negara Arab jalanin kasino, maksudnya mereka kan out of the box kementerian dan lembaganya,” ungkapnya.
Pembukaan kasino di Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Sejarah mencatat, kasino memang pernah dibuka secara resmi di Tanah Air dan memberi keuntungan besar ke pemerintah.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1967 di Jakarta. Saat itu, Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, menghadapi tantangan pelik dalam membangun ibukota. Banyak infrastruktur dan berbagai proyek besar belum dibangun karena ketiadaan anggaran.
Atas dasar ini, Ali Sadikin harus mencari cara menambah anggaran. Salah satunya, lewat legalisasi perjudian. Kebijakan ini dilakukan agar perjudian tidak lagi dilakukan secara diam-diam. Dengan melokalisasi perjudian ke satu kawasan khusus, pemerintah berharap mendapat aliran dana dari hasil judi.
Pemerintah mencatat keuntungan dari judi ilegal mencapai Rp300 juta setiap tahun. Sayang, dana sebesar itu tak mengalir ke pemerintah, melainkan ke tangan oknum-oknum yang melakukan perlindungan.
“Uang tersebut jatuh ke tangan oknum pelindung perjudian tanpa bisa dirasakan oleh masyarakat,” ungkap Pemerintah DKI Jakarta kala itu. Pemerintah ingin uang hasil judi dipakai untuk membangun jembatan, jalanan, sekolah hingga rumah sakit.
Akhirnya, pada 21 September 1967, Pemerintah DKI Jakarta melegalkan judi lewat Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Chusus Ibukota Djakarta No. 805/A/k/BKD/1967.
Dijelaskan, lokasi kasino legal pertama di Jakarta dan Indonesia berada di Kawasan Petak Sembilan, Glodok. Kasino ini berdiri atas kerja sama Pemerintah DKI Jakarta dengan seorang Warga Negara China bernama Atang.
Arena kasino ini buka setiap hari tanpa henti dan dijaga ketat aparat. Namun, perjudian hanya ditunjukkan untuk WN China atau keturunan China di Indonesia. WNI dilarang bertaruh di meja judi.
Sementara itu, Genting Malaysia Berhad, yang mengoperasikan satu-satunya kasino legal di Malaysia yang dikelola Resorts World Genting, dalam laporan tahunannya mencatat pendapatan sebesar RM10,91 miliar pada tahun 2024 atau setara Rp37,09 triliun (kurs ringgit Rp3.400).
Pendapatan dari judi legal di Malaysia itu mengalahkan APBD 2025 Jawa Barat yang hanya Rp30,99 triliun. Sebagian besar pendapatan ini berasal dari operasi kasino di Malaysia, meskipun perusahaan juga memiliki operasi di luar negeri seperti Inggris, Mesir, AS, dan Bahama.
Discussion about this post